Belajar dari Jari-jari Tangan
Dalam kehidupan ini banyak profesi yang bisa dilakukan, sebagai guru, petani, nelayan,
pedagang, wartawan dan lain sebagainya. Masing-masing profesi memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sayangnya, kadang kita suka membanggakan
profesi kita lebih baik dari yang lain, bahkan ada
yang sampai takabbur (sombong) karena
berprofesi tertentu.
Padahal, Allah SWT sudah mengingatkan dalam
firman-Nya yang artinya, ''Katakanlah, masing-
masing kalian berbuat sesuai dengan
kemampuannya.''
Rasulullah saw juga sudah mengingatkanﺍ yang
artinya, ''Jika suatu urusan diserahkan kepada
orang yang bukan ahlinya, tunggulah saat
kehancurannya.''
Saat ini, yang terbaik adalah kita lakukan tugas
dan pekerjaan kita dengan sebaik-baiknya.
Tunjukkan prestasi kita dalam pekerjaan tersebut
dan harus professional. Jangan merasa lebih baik
dari orang lain.
Dialog berikut ini mungkin bisa jadi pelajaran.
Suatu hari terjadi perdebatan antara jari-jari
tangan. Jari jempol berkata: saya adalah jari yang
paling hebat, karena kalau majikan saya
mengatakan sesuatu yang bagus, sayalah yang di
acung-acungkan sambil mengatakan: bagus…
bagus…bagus.
Mendengar hal ini, jari telunjuk berkata: ''Siapa
yang bilang jari jempol lebih hebat, sayalah yang
paling hebat, kalau majikan saya menunjuk
sesuatu, sayalah yang digunakan, sayalah jari
yang paling terhormat.
Jari tengah angkat bicara, ''Hai kalian diam semua.
Sayalah jari yang paling mulia. Lihatlah posisi
saya! Di sebelah kanan, diapit jari telunjuk dan
jempol dan di sebelah kiri, diapit jari manis dan
kelingking. Sayalah yang paling mulia.
Jari manis tak mau kalah. Dia berucap, ''Saya dong
yang paling terhormat. Coba kamu lihat, kalau
majikan saya membeli cincin berlian yang
harganya mahal, pasti cincin itu dipakaikan di jari
manis. Tandanya, saya lah yang paling terhormat.
Jari kelingking berucap belakangan, ''Semua salah.
Sayalah yang paling hebat. Walaupun bentuk
saya kecil dan letaknya paling akhir, saya
mempunyai fungsi yang sangat besar.''
Kalau hidung atau telinga majikan saya kotor,
kata jari kelingkiing, ''Sayalah yang diberikan
kehormatan membersihkannya. Tandanya, saya
mendapat perlakukan istimewa dari majikan
saya.''
Masing-masing jari berdebat, menonjolkan
keistimewaan masing-masing, tak ada mau
mengalah. Bila kita analisa, sifat merasa diri paling
hebat, paling benar dan paling segala-galanya
adalah sifat Iblis laknatullah alaih. (Allah
melaknatnya).
Jauhilah sifat merasa paling baik, merasa paling
hebat, merasa paling mulia dan lain sebagainya
karena itu adalah sifat-sifat Iblis. Na’udzubillah.
Belajarlah dari perdebatan jari-jari tadi.
Seandainya jari-jari bersatu, benda seberat
apapun dengan mudah dapat terangkat. Bila jari-
jari bercerai berai, benda ringan dan kecil pun
tidak akan mudah diangkat.
Mudah-mudahan para pemimpin kita bisa belajar
dari jari-jari tangan. Mudah-mudahan mereka mau
bersatu untuk menyelesaikan berbagai
permasalahan bangsa.
Hanya dengan persatuan dan ukhuwah yang erat,
beban yang paling berat sekalipun akan dapat
diselesaikan dengan baik, semoga. Wallahu 'alam bish-shawab.
Insyaallah bermanfaat dan menjadi Motivasi bagi kehidupan Kita
Bagikan Artikel Ini Kepada Teman-Teman-mu
Yang Belum Mengetahui Tausyiah Ini.
0 komentar:
Post a Comment
Silahkan Saran dan Komentarnya..
( No Spam dan Konten Dewasa )